Thursday, April 21, 2011
Krisis Brand Citibank vs Omni
Para pakar branding menyatakan, lebih mahal biaya untuk memperbaiki citra brand yang telah diasosiasikan dengan hal-hal kurang menyenangkan dibandingkan dengan meluncurkan brand yang sama sekali baru.
Contoh rebranding yang sukses adalah penerbangan ValueJet yang sudah hancur reputasinya gara-gara kecelakaan pesawat hingga menewaskan lebih dari 100 penumpang dan awaknya pada 1996; bisa diselamatkan setelah setahun kemudian namanya diganti menjadi AirTran.
Memang bukan sekadar ganti nama. Perbaikan manajemen yang dilakukan secara drastis pun membuat perusahaan penerbangan ini kembali dikenal sebagai penerbangan ekonomis yang dipercaya. Menariknya, publik sudah mulai melupakan kisah tragis tersebut karena komitmen AirTran terhadap keselamatan atau safety menjadi berlipat-lipat.
Pascakejadian 11 September, AirTran bahkan dikenal pertama yang menyelesaikan instalasi pemasangan pintu kokpit di pesawatnya. Proses pembangunan hingga maintenance brand tidak selalu berjalan mulus. Semua yang direncanakan dalam blue print brand belum tentu tercapai dengan mudah.
Selalu saja ada onak berduri yang menghambat jalan dan mempersulit langkah. Itulah tes atau ujian dalam branding. Mampukah sebuah brandlulus dalam serial ujian tingkat ringan dan tingkat advance? Brand Omni Internasional pernah terkena sandungan masalah beberapa waktu yang lalu. Sekarang giliran Citibank sedang diuji brand-nya.
Persamaan dan perbedaan ujian terhadap Omni dan Citibank ini menarik untuk disimak dan dipelajari. Persamaannya: kedua kasus menarik perhatian media dan publik begitu besar, hingga menjadi pembicaraan yang tidak ada habisnya.
Perbedaannya: Omni mengalami masalah pada brand-nya saja, bukan pada kategorinya yaitu rumah sakit. Omni Internasional termasuk baru di Indonesia, belum dikenal luas dan merata. Sehingga pada saat mengalami krisis, yang diyakini banyak orang hanyalah ilustrasi sebuah brand yang kurang bijaksana dalam melayani customernya.
Dalam surat elektroniknya, Prita mengawali curhatnya dengan kalimat seperti ini: ”Saya tidak mengatakan semua RS Internasional seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni Internasional.” Jadi Prita minta publik tidak menyamaratakan kasus Omni ke industrinya.
Adapun Citibank, kasus ini tidak saja menghantam kredibilitas corporate brand-nya sendiri, tetapi juga menerbitkan masalah baru. Kredibilitas kategori industrinya yaitu bank sebagai financial institution, ikut terkena imbasnya.
Citibank berada di dalam posisi yang sangat berbeda. Siapa yang tidak kenal Citibank? Bank papan atas dan tidak diragukan lagi profesionalismenya. Pada kasus ini, ekspresi publik sangat berbeda.
”Kalau bank sekaliber Citibank yang dikenal profesional saja sudah seperti itu, bagaimana kita bisa percaya dengan bank-bank lainnya?” Market leader selalu merepresentasi kategorinya. Masalah pada pemimpin pasar diduga mewakili masalah seluruh brand yang bermain dalam pasar tersebut. Kedua kategori yaitu rumah sakit dan bank, merupakan kategori ”high-involvement services."
Pemasaran services lebih kompleks dari pemasaran produk biasa,karena jasa lebih bersifat intangible, tidak kasatmata, hanya bisa dirasakan. Kategori ”high-involvement” sendiri menjelaskan sebuah situasi decision making process konsumen yang lebih saksama, lebih rumit, dan kadang butuh referensi dari pengguna lainnya.
Biasanya terkait dengan harga yang mahal dan punya risiko tinggi jika salah memilih. Ini kontras dengan kategori ”low-involvement”, yang menyiratkan bahwa konsumen tidak terlalu terbebani untuk keputusan membeli,kalaupun salah memilih, biaya dan risikonya tidak tinggi.
Contohnya adalah produk low ticket items seperti kudapan, permen, tisu. Jadi,bagi rumah sakit dan bank yang termasuk ”high-involvement services”, bisa dibayangkan tingkat kesulitan yang berlipat ganda dalam pemasarannya.
Sudah bentuknya services, high-involvement pula. Dalam pembinaan brand, sayangnya kategori rumah sakit atau bank ini lebih terfokus pada komunikasi eksternalnya saja, seperti ke customer dan potential customer.
Padahal, ada audience lain yang juga tidak kalah pentingnya yaitu karyawan atau internal. Tanpa pemahaman dan komitmen yang kuat, dari dalam, mustahil program-programnya bisa dijalankan dengan baik.
Dalam pemasaran services, people yaitu orang-orang yang bekerja untuk brand adalah salah satu komponen terpenting yang harus diperhatikan. Perusahaan mempunyai banyak touch pointdi mana setiap employee yang melayani pada titik tersebut sudah tentu harus mengerti apa makna brand dan janji-janjinya.
Perbedaan lain Omni vs Citibank adalah seputar cobranding. Pada kasus Omni, beberapa dokter dan karyawan yang disebut dalam surat Prita adalah orang-orang yang bekerja dan masih dipertahankan bekerja, walaupun mereka mempunyai andil dalam permasalahan yang dihadapi oleh brand. Dalam hal ini cobranding masih berjalan, brand association berjalan terus.
Berbeda dengan kasus Citibank yang menyatakan tidak mempunyai hubungan formal lagi dengan karyawan bermasalah yaitu MD (relationship manager), dan para debtcollector. Ini disebut brand dissociation, untuk memisahkan citra integrasi yang telanjur terbentuk antara per-sonal brand dengan brand korporasi pada saat cobranding terjadi.
Persoalannya, melepas asosiasi bukan saja secara formal hukum,melainkan melepas asosiasi di benak publik, ini yang terberat. MD sebagai relationship manager, adalah sebuah elemen dari bank yang merepresentasi kredibilitas Citibank.
Setiap sepak terjangnya mewakili dua brand. Yang pertama adalah sebagai personal brand, MD harus tetap cemerlang di mata nasabah yang digarapnya. Di sisi lain, ia juga membawa serta citra Citibank dalam setiap interaksinya dengan nasabah. Dengan gaya hidup sosialitanya tersebut, tanpa perlu penelusuran lagi benar atau salahnya yang ia lakukan, itu sudah membentuk public distrust.
Ketidakpercayaan publik terhadap tempatnya bekerja. Marketing is all about perception. Menurut www.brandfinance.com, brand adalah asset intangible yang paling berharga, karena menyetir demand, memotivasi staf, mengamankan partner bisnis dan meyakinkan pasar keuangan.
Organisasi yang profesional perlu memahami konsep brand equity dalam setiap keputusan strategisnya. Ujian sedang berlangsung bagi brand Citibank. Kita tunggu saja apakah mereka bisa meredefinisi kembali brand-nya agar memperoleh posisi citra semula. Kirim pertanyaan seputar branding ke amalia@etnomark.com.
AMALIA E MAULANA
Brand Consultant & Ethnographer ETNOMARK Consulting
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment