Twitter Marketing is Love Marketing

Sudah sekira tiga tahun terakhir ini saya ngetwit. Yup...tweeting with deep passion. Kapan pun, di mana pun saya ngetwit.
Pas lagi baca, ngetwit. Pas lagi nulis, ngetwit. Pas lagi nonton Glee, ngetwit. Pas lagi meeting, ngetwit (huzzz...kebiasaan buruk baru saya karena tak menghargai rekan meeting), pas nglembur kerjaan sampai Subuh masih juga ngetwit, nyetir juga curi-curi ngetwit.
Bahkan sering kali saya mimpi pun lagi ngetwit. Nggak takut jadi Twitter addict? Emang gua pikirin!!! Menikmati, menyelami, menghayati twit, demi twit saya selama tiga tahun terakhir, akhirnya saya menemukan “roh” dan “hakikat” kenapa saya begitu passionate untuk ngetwit.
Saya mulai menemukan reason for being kenapa saya ngetwit. Saya mulai menemukan fundamental purpose kenapa saya ngetwit. Saya menemukan ultimate answer kenapa saya ngetwit.
Apa itu? Satu kata: CINTA. Selama tiga tahun terakhir juga saya serius mempelajari dan menekuni Twitter untuk bisa diterapkan dan dimanfaatkan di dunia marketing. Saya bereksplorasi dan bereksperimen bagaimana Twitter bisa membantu marketer membangun relationship dan keintiman dengan konsumen.
Saya bereksperimen bagaimana Twitter bisa membantu brand curhat dan dicurhati oleh konsumennya “around the clock” 24-7. Apa jawaban paripurna yang saya peroleh? Sama. Satu kata: CINTA. Karena itu saya sampai pada simpulan final bahwa Twitter Marketing is Love Marketing. Bagaimana Anda bisa meyakinkan komunitas konsumen di Twitter untuk membeli produk Anda?
Bagaimana Anda bisa menjadikan komunitas konsumen di Twitter sebagai passionate evangelist Anda? Bagaimana brand Anda bisa punya hubungan emosional (bahkan spiritual) dengan komunitas konsumen di Twitter? Jawabnya cuma satu, yaitu jika Anda selalu (24-7) menebar CINTA di jagat Twitter.
Bagaimana Anda bisa menebar CINTA di Twitterland? Saya punya tujuh prinsip bagaimana menjalankan love marketing di Twitterland. Mari kita simak satu per satu.
Love is Conversation
Cinta yang seutuhnya tidak akan bisa diraih secara sepihak dan satu arah. Cinta yang sesungguhnya hanya bisa digapai jika kita melakukan conversation alias curhat-curhatan dua arah. Karena itu saya mengatakan komunikasi melalui media broadcast seperti TV, radio atau surat kabar bukanlah komunikasi cinta.
Karena TV hanyalah seonggok kotak kaca yang sangat angkuh untuk dicurhati pemirsanya. Komunikasi cinta hanya bisa diperoleh melalui medium dialog dan conversation seperti Twitter. Ajaklah konsumen Anda untuk bercurhat-ria di Twitter.
Bebaskan mereka mencurahkan seluruh keluh-kesahnya dan berikan bantuan jika mereka memerlukannya. Ingat iklan Sariwangi: hanya dengan banyak “ngomong” cinta bisa bersemi kembali.
Love is Listening
Perbanyaklah mendengar twit dari followers dan orang-orang yang Anda follow. Dengan banyak mendengar, kita akan tahu keluh-kesah mereka. Dengan banyak mendengar kita akan memiliki kepekaan terhadap orang-orang di luar kita.
Dengan banyak mendengar kita akan banyak belajar. Ingat, mendengar adalah titik awal kita bisa peduli dan berempati. Sebaliknya, ketika kita tak pernah mendengar, ini adalah awal mula munculnya penyakit kronis di jagat Twitter, yaitu arogansi, kesombongan, kebebalan.
Love is Sharing
Ketika kita punya sesuatu dan sesuatu itu kita kangkangi, kita monopoli dan tak sudi berbagi, maka itu sesungguhnya adalah puncak dari keegoisan kita. Cinta tak pernah egois, cinta adalah berbagi. Mother Teresa menjadi ikon cinta-kasih karena ia “membagi” hidupnya untuk kaum papa. Itu sebabnya kiat ampuh saya membangun brand di Twitter adalah tidak pelit untuk berbagi.
Saya tak punya banyak duit, saya hanya punya banyak ilmu (yes.. ilmu marketing) karena saya banyak membaca dan sangat mencintai ilmu marketing. Apa pun ilmu marketing yang saya dapatkan (dari membaca, dari ngobrol dengan klien, dari mengamati, dari berpikir dan menganalisis, etc) saya selalu membaginya ke para followerssaya di Twitter. Sebuah kebahagiaan luar biasa jika para followers saya mendapat kemanfaatan dari ilmu yang saya bagi. Ingat, Twitterland is a great place to share.
Love is Caring
Hakikat cinta adalah peduli. Ketika Anda tidak peduli kepada istri-suami, pacar, anak, kerabat, atau siapa pun yang Anda cintai, sesungguhnya Anda tidak mencintai mereka. Begitu pun jika Anda tidak peduli dengan followers Anda di Twitter, maka sesungguhnya Anda tidak mencintai mereka.
Banyak kalangan yang mengatakan Twitter Marketing dikatakan sukses jika kita punya puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan jutaan followers. Saya bilang salah besar. Tak ada gunanya kita punya ratusan ribu followers jika kita tak tahu siapa mereka, kita tak pernah curhat-curhatan dengan mereka, kita tak pernah mendengarkan mereka, dan tak pernah sedikit pun kita peduli kepada mereka.
Love is Empathy
Ketika Merapi meletus beberapa bulan lalu, kita warga Twitterland dengan sukarela dan ketulusan membuat hashtag #merapi dan #pedulimerapi untuk menyadarkan dan membangun empati masyarakat tentang bencana nasional tersebut.
Melalui gerakan empati itu, para tweeps juga menggalang sumbangan dari para donatur untuk membantu masyarakat yang terkena musibah. Ketika Jepang dilanda gempa-tsunami dahsyat berkekuatan 8,9 SR beberapa minggu lalu, sekali lagi masyarakat Twitter di seluruh dunia memanfaatkan hashtag #helpjapan atau #prayforjapan untuk membangun empati dan menggalang bantuan untuk para korban gempa-tsunami.
Love is Trust
Cinta haruslah dilandasi kejujuran, ketulusan, dan keterbukaan. Karena itu, janganlah Anda menggunakan medium Twitter untuk membohongi komunitas konsumen Anda atau berlaku tidak jujur kepada mereka. Twitter adalah media terbuka.
Kita tak bisa menyembunyikan borok-borok kita, kebohongan-kebohongan kita, atau karakter culas kita di media transparan ini. Be yourself; dengan kelebihan dan kekurangan yang kita miliki. Katakan bagus kalau produk Anda bagus dan katakan jelek kalau memang produk Anda jelek.
Nabi Muhammad dikenal karena kejujurannya hingga mendapatkan julukan Al-Amin (dapat dipercaya). Ingat, prinsip Al-Amin Muhammad ini kini kian-kian relevan di jagat Twitter.
Love is Friendship
Ketika kita terus-menerus curhat-curhatan, mendengar, saling berbagi, saling peduli, saling berempati, terbangun saling percaya, maka akhirnya hubungan kita dengan konsumen di Twitter menjadi hubungan yang spesial dalam bentuk pertemanan yang sejati.
Tali pertemanan ini jika berlangsung lama dan terus dipupuk dari tahun ke tahun akan menciptakan hubungan emosional, bahkan spiritual, antara brand Anda dengan konsumen.
Mereka tak hanya membeli dan meloyali brand Anda, tapi lebih jauh lagi juga menjadi passionate evangelist bagi brand Anda. Ketika Twitter dipenuhi dengan CINTA, saya meyakini Twitterland adalah tempat terdamai di antero semesta.
Ketika John Lennon memimpikan sebuah kehidupan yang damai tanpa perang, tanpa radiasi nuklir, tanpa Hitler, tanpa Khadafi, maka kehidupan penuh damai itu ada di Twitterland. Mari ber-CINTA-CINTAAN di Twitter.
YUSWOHADY
Pengamat Bisnis dan Pemasaran Blog
No comments:
Post a Comment