Saturday, April 9, 2011

Garuda Turun untuk Terbang

 
Jumat 11 Februari 2011, saham PT Garuda Indonesia Tbk, mulai ditransaksikan dengan simbol GIAA di Bursa. Transaksi pertama terjadi pada harga Rp700 dan terus merosot sampai level Rp580 dan kembali menguat ke Rp650 dan Rp660 serta akhirnya ditutup pada level Rp620.

Ketika transaksi pertama terjadi tidak ada yang sorak-sorai kegembiraan seperti saham-saham sebelumnya bila dicatatkan dan semuanya terdiam dan berpikir kenapa bisa begini harga saham?

Semua pihak pasti berpikir perusahaan ini sudah bagus yang bisa dilihat dari fundamental perusahaan selama tiga tahun terakhir dan prospek perusahaan di masa mendatang. Harga saham akan drop sudah ada tanda-tanda yang ditunjukkan oleh rumor yang terus berkembang dan pidato Menteri BUMN yang menyatakan tidak apa-apa turun dan enam bulan kemudian naik lagi.

Aneh sekali memang, seakan- akan Menteri BUMN merelakan pihak-pihak lain mempermainkan saham ini kalaupun turun tidak menjadi persoalan. Sementara ada pihak yang menginginkan harga saham ini melonjak terutama yang telah membeli saham ini di IPO. Manajemen GIAA dalam hati kecilnya menginginkan saham ini naik dan turun saham tidak persoalan utama bagi mereka, tetapi dana sudah masuk untuk pengembangan selanjutnya.

Ketika saham ini mulai akan dipasarkan dan pada penentuan harga sudah beredar rumor bahwa harga saham diminta oleh penjamin emisi (underwriter) pada harga Rp550 sampai Rp850,di mana Menteri BUMN selalu menjawab wartawan harganya sekira Rp1.000.

Pada saat publik ekspose harganya diberikan pada kisaran harga Rp750 sampai Rp1.100. Menteri BUMN memutuskan harga IPO dari GIAA senilai Rp750 di mana harga ini merupakan harga batas bawah dari kisaran yang disampaikan pada publik ekspose dan sedikit di atas nilai rata-rata kisaran yang diminta oleh penjamin emisi.

Artinya, harga diputuskan sudah merupakan harga kesepakan di antara pihak yang berkepentingan.Bila dipelajari lebih dalam, berapa sebenarnya harga yang wajar hanya bisa dipahami dan diketahui oleh orang dalam (direksi dan para manajer) yang mengelola perusahaan.

Pihak luar menilai harga wajar perusahaan tidak setepat dari orang dalam karena ada perbedaan informasi yang dikenal dalam teori keuangan dengan asymetris information.

Artinya, harga yang diputuskan merupakan harga yang mempunyai nuansa politik. Bila harga diputuskan lebih rendah, ada kemungkinan direksi tidak merasa nyaman dan mempunyai keputusan yang merepotkan pemilik saham. Sementara banyak pihak (bandar) yang mendesak Menteri BUMN untuk membuat harga lebih rendah dan memberikan ruang untuk memperoleh capital gain lebih besar. Pada pasar saham dikenal ada beberapa investor, trader, pasif investor, dan bandar.

Bursa saham Indonesia telah memiliki bandar yang sangat mempunyai pengaruh terhadap pergerakan harga saham. Banyak pihak menyadari ini sehingga investor yang pintar tidak mau berseberangan dengan bandar tersebut bila perlu menghindari saja dan bahkan bersatu untuk memperoleh keuntungan.

Regulasi yang ada memberikan ruang atas tindakan yang dilakukan mereka. Berbagai rumor yang telah berkembang di pasar bahwa ada pihak atau bandar yang ingin masuk mentransaksikan saham ini.

Bandar tersebut ingin masuk dengan harga murah, dan keluar pada hari pertama untuk memperoleh keuntungan yang dipergunakan pada pesta akbar berikutnya. Bandar selalu berpikir bahwa kenapa harus membeli lebih mahal kalau bisa dibeli dengan murah.

Transaksi saham ini sangat mudah men-drop-kannya ke harga lebih rendah dengan cara menjual saham turun ke bawah dan akan diikuti oleh investor yang tidak punya keinginan rugi. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan transaksi short selling baik naked short selling dan pure short selling.

Kejadian penurunan harga saham ini pada hari pertama pernah dialami saham pemerintah yang lain yaitu PT Semen Gresik Tbk yang memiliki simbol SMGR. Saham SMGR ini mempunyai harga IPO senilai Rp7.000, dan telah beredar di pasar sampai seminggu sebelum ditransaksikan di hari pertama yang disebut pasar gelap (grey market) sampai pada harga Rp10.000.

Banyak sudah yang merasa akan mendapat capital gain, kemudian muncul publik ekspose perusahaan semen lain serta market sedikit drop dan pada hari pertama saham ini ditransaksikan pertama kali pada harga Rp6.550 dan ditutup pada harga Rp5.650.

Artinya terjadi penurunan sebesar 19,29 persen sementara GIAA drop sebesar 17,33 persen. Situasi pada saat SMGR di-IPO-kan berbeda dengan situasi sekarang. Pada saat GIAA ini di-IPO-kan, sangat bersaing dengan BMRI yang sedang ingin mendapatkan dana senilai Rp14 triliun di mana BMRI sangat lebih baik dari GIAA.

Pada saat ini, BMRI mendapat keuntungan (winfall) sekira Rp1,4 triliun atas penjualan saham GIAA. Timing yang dilakukan tidak menguntungkan GIAA saat IPO.

Kementerian BUMN sebaiknya memperhatikan kejadian ini sebagai pelajaran dan harus hati-hati dalam waktu untuk IPO. Kinerja saham IPO di hari pertama banyak dipengaruhi beberapa faktor baik dari perusahaan, pasar, dan penjamin emisi.

Carter dan Manaster (1990) menemukan bahwa reputasi penjamin emisi sangat berpengaruh terhadap harga saham pada transaksi pertama. Penjamin emisi yang memiliki akses kepada investor dan biasanya harus melindungi kepentingan investor.

Sementara manajemen perusahaan yang menawarkan saham tidak peduli atas kenaikan dan penurunan harga saham tersebut karena tugas mereka hanya mengelola perusahaan agar nilai perusahaan mengalami peningkatan.

Ada faktor lain yang membuat harga saham tidak sesuai informasi perusahaan dan hanya bisa dibereskan dengan regulasi yang tegas oleh mandor bursa. Pertanyaan yang timbul, bisakah harga saham ini akan mengalami peningkatan di masa mendatang.

Salah satu contoh yang cukup menarik untuk jawabannya yaitu saham SMGR, di mana saat ini pemegang saham SMGR telah memperoleh keuntungan yang cukupbaik. Ritter(1990) menemukan bahwa saham-saham yang mempunyai capital gain yang tinggi di hari pertama mempunyai kinerja yang jelek dalam jangka panjang.

Artinya, kinerja sahamnya bukan membaik, tetapi merosot juga karena informasi yang diperoleh investor semakin lengkap. Biasanya capital gain yang diperoleh sekira 16,4 persen pada hari pertama (Ibottson, 1975; Ibbotson, Sindelar, dan Ritter, 1988).

Penemuan Aggarwal, Liu, dan Rhee (2003) tentang sahamsaham IPO bahwa saham yang negatif return (seperti Garuda) pada hari pertama mempunyai kinerja yang cukup bagus di masa mendatang. Penelitian tersebut dilakukan untuk perusahaan yang terdaftar di Bursa Hong Kong.

Artinya, masih ada harapan capital gain di masa mendatang untuk GIAA. Masuknya dana USD350 juta ke GIAA membuat prospek perusahaan mengalami peningkatan karena kapal lebih baru dan bisa bersaing dengan perusahaan penerbangan internasional. Masih ada harapan capital gain di masa mendatang.

ADLER HAYMANS MANURUNG
Guru Besar Pasar Modal,
Institut Perbanas, Jakarta

No comments:

Post a Comment