Know Your Customer

Know your customer (KYC), adalah istilah yang begitu akrab di kalangan pelaku pasar modal, terutama di lingkungan perusahaan efek anggota bursa (PE AB). Prinsip mengenal nasabah atau KYC adalah standard operating procedure (SOP) yang wajib hukumnya diterapkan oleh PE, baik non AB maupun AB.
Mengenal nasabah adalah prosedur yang tidak bisa ditawar oleh perusahaan efek. Begitu pentingnya, Bapepam-LK membuat peraturan KYC secara khusus. Prinsip ini diterapkan tidak hanya untuk nasabah tertentu, tetapi untuk semua jenis nasabah, termasuk nasabah yang melakukan transaksi secara online atau online trading.
Dalam industri pasar modal, prinsip KYC tidak boleh dianggap sepele. Prinsip KYC semestinya dipahami secara mendalam. Mengenali nasabah tidak cukup hanya sekadar meminta untuk menunjukkan KTP asli nasabah. Mengenali nasabah berarti perusahaan efek tahu betul siapa kliennya itu, bagaimana kemampuan ekonominya, sumber kekayaannya, jenis pekerjaannya dan juga karakter investasinya.
Sikap hati-hati seperti ini, tidak dimaksudkan untuk menghambat ruang gerak nasabah atau klien, tetapi untuk kepentingan dua belah pihak baik dari sisi kepentingan perusahaan efek maupun kepentingan nasabah.
Salah satu contoh manfaat dari KYC misalnya perusahaan efek tidak sembarangan memberikan fasilitas marjin kepada nasabah. Dengan mengetahui dan mengenal betul nasabah, perusahaan efek punya kepercayaan yang cukup jika hendak memberikan fasilitas marjin.
Dengan begitu, perusahaan efek bisa mengukur seberapa besar kemampuan nasabah dalam melakukan transaksi saham di bursa. Jika biasanya nasabah hanya melakukan transaksi rata-rata per hari sekira Rp200 juta, tiba-tiba melakukan transaksi, meskipun one day trading hingga lebih dari Rp1 miliar, maka perusahaan efek perlu waspada.
Apakah benar, secara ekonomi si nasabah punya kemampuan bertransaksi hingga Rp1 miliar sehari? Apakah dana untuk transaksi itu milik sendiri ataukah dana pihak lain yang dikelolanya atau dana dari langit yang tidak jelas asal-muasalnya?
Terhadap order transaksi yang di luar kewajaran seperti itu, perusahaan efek sudah semestinya waspada dan hati-hati. Apalagi jika order dilakukan per telepon atau via internet. Perusahaan efek perlu mengkonfirmasi bukan saja soal ketersediaan dana, tapi juga dari mana sumber dana tersebut.
Sikap konfirmasi seperti itu memang bisa membuat nasabah tidak nyaman, dan membatalkan order transaksi. Namun nasabah yang memahami bahwa pasar bisa saja dipakai untuk ajang money laundering atau bentuk kejahatan keuangan lainnya akan maklum.
Justru, dengan sikap seperti itu sebenarnya perusahaan efek secara tidak langsung memberikan perlindungan kepada nasabah agar melakukan investasi sesuai dengan batas kemampuan dan selalu bersikap hati-hati.
Mekanisme transaksi di pasar modal memungkinkan investor yang hanya memiliki uang Rp100 Juta bisa bertransaksi atau membeli saham misalnya hingga Rp200 Juta. Ini karena proses penyelesaian transaksi (settlement) dilakukan pada H+3. Artinya, investor beli bisa membayar saham yang dibeli pada tiga hari setelah transaksi.
Nah, jika investor beli ternyata tidak memiliki dana yang cukup maka perusahaan efeklah pihak pertama yang bertanggungjawab membayar transaksi yang dilakukan investor tadi. Jika terjadi kasus seperti ini, maka perusahaan efek yang kena getahnya.
Nah, tanpa mengenal betul nasabah maka pola transaksi per telpon dan memberian marjin akan sangat berisiko bagi perusahaan efek. Sebab, jika transaksi rugi, bisa saja si nasabah kabur. Kalau sudah begitu baru muncul penyesalan.
No comments:
Post a Comment